Perang
Kamang 1908 adalah perang terbuka yang meletus pada Hari Senin
pagi tanggal 15 Juni 1908 dan puncak dari kemelut suasana anti
penjajahan rakyat Sumatera Barat dalam menentang penjajahan Belanda. 15 Juni
2013 ini, tepat 105 tahun perang besar itu terjadi.
Latar Belakang
Pemberontakan Pajak yang meletus sepanjang
tahun 1908 di beberapa nagari di Sumatera
Westkust (seperti; Nanggalo, Lubuak Aluang, Parik Malintang, Kayu Tanam,
Batusangkar, Lintau, Kamang, Manggopoh dan Ulakan) disebabkan oleh peraturan
baru mengenai pajak (sebesar 2%) yang diterapkan oleh Belanda terhadap rakyat
Minangkabau. Penetapan pajak yang mencakup seluruh hewan ternak yang akan
disemblih oleh rakyat, hal ini dinilai memberatkan karena peraturan ini tidak
hanya mencakup hewan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat akan tetapi juga
hewan-hewan untuk upacara keagamaan (qurban). Dan tanaman kopi pun akan di
pungut pajak. Padahal ini adalah tanaman utama yang ada di Kamang.
Penyebab ke dua adalah pelanggaran
Belanda terhadap perjanjian Plakat Panjang yang dikeluarkannya pada masa Perang
Paderi, dimana salah satu isinya ialah “Pemerintah tidak akan mengadakan
pungutan-pungutan berupa pajak, hanya kepada rakyat dianjurkan menanam kopi”.
Sejak keluarnya Plakat Panjang masyarakat tidak lagi dipungut pajak, namun di
awal tahun 1908 masyarakat diminta menanam kopi dan diperetengahan tahun tersebar
kabar bahwa dari penanaman kopi itu akan di pungut pajak (belasting).
Rujukan utama dari masyarakat Kamang
Mudiak mengenai Perang Kamang ialah “Syair Perang Kamang” yang dikarang oleh
Haji Ahmad Marzuki putra dari Haji Abdul Manan. Haji Abdul Manan diyakini (oleh
Belanda dan rakyat Kamang) sebagai tokoh sentral dari gerakan ini karena
besarnya pengaruh yang dimilikinya di Kamang. Dibelakang pemeberontakan oleh
masyarakat pribumi selalu berdiri tokoh agama (seperti bahasan Sartono Kartodirjo dalam bukunya Pemberontakan Petani
Banten). Namun bila kita kaji silsilah dari H. Abdul Manan maka kita bisa
akan melihat bahwa jiwa dan semangat perang paderi telah di alirkan oleh
ayahnya kepada beliau yang pindah ke Malaysia karena terlibat Perang Paderi.
H. Abdul Manan adalah tokoh agama
yang disegani, beliau adalah guru agama yang didatangi oleh masyarakat sebagai
tempat bertanya dan belajar tentang agama baik dari kamang Mudik sekarang,
Kamang Hilir sekarang, Tilatang, Magek, Palupuh bahkan sampai dari Pasaman.
Beliau sama-sama pulang dari Mekkah tahun 1877 dengan H. Jabang (Syekh Janggut)
dari Pauah. Tokoh-tokoh penting yang belajar agama kepada H. Abdul Manan
diantaranya : Dt. Rajo Penghulu (Kamang Hilir sekarang), Dt. Parpatiah (Magek),
Datuak Rajo Kaluang (Tilatang). Kari Mudo sebagai pelopor generasi muda. Mereka
inilah yang menjadi tokoh-tokoh sentral dalam perang Kamang. Sehingga bisa
dikatakan bahwa dalam perang Kamang yang terlibat adalah Alim Ulama / Tuanku,
Niniak Mamak, Cadiak Pandai-ahli strategi, bahkan melibatkan generasi
muda-pemuda dan para bundo kanduang.
J. Westernnenk sebagai pemimpin fort
de kock telah berusaha melakukan perundingan dengan rakyat Kamang tapi hasilnya
menambah kebencian dan memperkukuh semangat aksi rakyat terhadap Belanda. Warga
diminta oleh para pemimpin masyarakat Kamang untuk tidak membayar pajak.
Mengetahui duduk masalahnya, Laras Kenagarian Magek Warido sangat marah, namun
tidak bisa berbuat apa-apa. Dia langsung berangkat ke Bukittinggi untuk
melaporkan peristiwa itu kepada J.Westennenk dan meminta supaya para
pembangkang segera ditangkap. J.Westennenk menghubungi Gubernur Sumatera Barat
Hecler untuk mohon petunjuk mengenai tindakan yang harus diambil. Hecler menyampaikan
lagi pada Gubernur General Van Heutez dan memutuskan untuk menyerbu Kamang.
J.Westennenk lantas mengumpulkan 160 orang pasukan pilihan yang kemudian dibagi
menjadi 3 kelompok. Menjelang sore mereka segera bergerak dari Bukittinggi
menuju Kamang dari tiga jurusan:
1. Pasukan pertama yang terdiri dari
30 orang, masuk dari Gadut, Pincuran, Kaluang, Simpang Manduang terus menuju
Pauh, dipimpin oleh Letnat Itzig, letnan Heine dan Cheiriek. Diperkirakan
disana mereka mencari Syekh H. Jabang (pimpinan II perang dari Pauah) yang
merupakan orang penting dalam perlawanan terhadap pajak.
2. Pasukan kedua, yang terdiri dari 80
orang serdadu dipimpin J.Westennenk (Kontrolir Agam Tua), Kontrolir Dahler
bersama Kapten Lutsz, Letnan Leroux, Letnan Van Heulen, masuk melalui Guguk
Bulek, Pakan kamih, Simpang 4 Suangai Tuak, berbelok di Kampung Jambu, Ladang
Tibarau, Tapi dan terus ke Kampung Tangah. Untuk menyergap H. Abdul Manan
(pimpinan I perang dari Kampuang Tangah). Pimpinan pasukan Belnada ini jam
23.00 wib (jam 11.00 malam mereka telah sampai di sekitar kampung tangah.
Kedatangan mereka diketahui para petugas ronda malam, yang merupakan bagian
dari pasukan H. Abdul Manan seperti Angku Rumah gadang, Angku Basa dan beberapa
orang pembantunya. Mereka mencari-cari keberadaan H. Abdul Manan mulai dari
kampung budi, terus ke kampung tangah namun tak menemukan H. Abdul Manan.
Belanda meyakini bahwa beliaulah pemipin perlawanan rakyat Kamang tersebut.
3. Sedangkan pasukan ketiga yang
berkekuatan 50 orang serdadu di bawah pimpinan Letnan Boldingh dan pembantu
Letnan Schaap, masuk melewati daerah Tanjung Alam, Kapau, Bukik Kuliriak,
Magek, Pintu Koto. Untuk menyergap para pimpinan dan tokoh penentang Blasting
di daerah Kamang bagian hilir seperti Dt. Rajo Penghulu, Kari Mudo.
Sebenarnya
kekuatan para pejuang dari Kamang telah di konsultasikan oleh H. Abdul Manan, dan para
pempimpin-pemimpin daerah yang selalu mendampinginya seperti Dt. Rajo Penghulu
di Kamang (sekarang Kamang Hilir) Kari Mudo dan beberapa orang pemuka
lainya,Dt. Parpatiah dari Magek, Syekh H. jabang dan Dt. Parpatih dari Pauah,
H. Samad, Tuanku Pinjuran, Dt. Rajo Panghulu dari Bukit-Limau Kambing, Dt.
Marajo mereka telah mengadakan rapat kilat untuk membahas perkembangan yang
sangat kritis dan menyusun kesiagaan seluruh rakyat guna mengobarkan perang sabil.
Menurut
catatan Buchari Nurdin, akhirnya sekitar pukul 02.30 dinihari, tanah Kamang
berubah menjadi front pertempuran hebat, antara pasukan Belanda dengan pasukan
rakyat. Rakyat dipimpin oleh H Abdul Manan, yang sebelumnya, telah bersiap-siap
menghadang kedatangan pasukan Belanda. Sejumlah tokoh pejuang lainnya, yang
juga telah siap dengan pasukan mereka masing-masing. Seperti Haji Jabang dari
Pauh, Pado Intan, Tuanku Parit, Tuanku Pincuran, Dt Marajo Tapi, Dt Marajo
Kalung, Dt Perpatih Pauh, Sutan Bandaro Kaliru, pendekar wanita dari Bonjol
Siti Maryam, Dt Rajo Penghulu bersama istrinya, Siti Aisiyah,. Begitu juga
pasukan rakyat yang berada di Kamang Ilia. Dengan dipimpin Kari Mudo, Dt
Perpatiah Magek, Dt Majo Indo di Koto Tangah, Dt Simajo Nan Gamuk berusaha bahu
membahu melawan pasukan Belanda. Pertempuran sengit berakhir sudah. Pasukan
Westenenk mundur menuju Pauh sembari membawa tawanan Dt Perpatih. Pasukan
rakyat memperoleh kemenangan gemilang lantaran semangat dan koordinasi yang
tinggi. Tentara Belanda berhasil dibuat kucar kacir. Tetapi J.Westennek sempat
meloloskan diri dan minta bantuan ke Bukittinggi.
Dalam
salah satu laporan resmi J.Westennenk kepada Gubernur Jendral Ven Heutsz di
Batavia melalui surat kawat tanggal 17 Juni 1908, disusul laporan pada Gubernur
Sumatera Barat Heckler No.1012 tanggal 25 Juni 1908, dia melukiskan suasana
malam itu,
“Seumpama
satu malam dimana jurang antara ras manusia dengan segala kekuasaanya, sudah tidak ada lagi. Yang ada, cuma
kelompok kemarahan yang saling bertentangan di dalam
diri manusia-manusia yang bertatap dengan buas melalui kerlipan bintang- bintang di langit, siap untuk saling
bunuh. Dari arah segerombolan orang-orang yang berdiri
di pinggir jalan raya, sekali-sekali terdengar gemuruh suara Ratib dan Allahu Akbar, yang semuanya berjumlah tidak kurang
dari lima ratus orang. Sedangkan beberapa
orang lagi yang sedang merayap dalam padi, tidak dapat dihitung. Tapi pasti meliputi ratusan orang pula”.
Kampuang
Tangah banjir darah, darah para syuhada-pejuang dari seluruh dusun di Kamang
bahkan dari berbagai daerah di sekitarnya.
Dalam
laporan resmi J. Westennenk tersebut, juga dijelaskan, “telah terjadi lebih
dari delapan kali serangan serupa dalam waktu hampir berturut-turut dan semakin
mengerikan. Ratusan orang penyerbu terus saja maju sekalipun dihujani tembakan.
Kegelapan malam menyebabkan sulit bagi serdadu Belanda membidik sasaran secara
tepat, sehingga sebahagian besar dari mereka yang berhasil tiba di tempat para
serdadu bertahan, langsung membabat lawan bagai kesetanan”. Satu demi satu
prajurit Belanda tewas dengan tubuh penuh luka-luka mengerikan. Sersan Boorman
tak henti-hentinya berteriak membangkitkan semangat anak buahnya yang semakin
kendor. Dr.Justesen bertugas merawat dan mengobati beberapa orang serdadu yang
menderita luka-luka.
Kekuatan
pasukan Belanda bertambah setelah mendapat bantuan sejata dan tentara baru
inilah nantinya yang telah menimbulkan malapetaka terhadap pasukan rakyat, mereka datang dengan pasukan yang sangat besar
bahkan dalam laporan ke Gubernur Jendral tanggal 16 dan 17 Juni disebutkan
“Kemarin
patroli di Bukittinggi di bawah Westenenk untuk menangkap para pemimpin di berbagai
kampung. Baru saja datang kawat dari pejabat residen Bovenlanden, Minta bantuan tentara karena tadi malam terjadi
perkelahian hebat di Kamang. Sepuluh kali rakyat
menyerang dengan senjata tajam. Pihak kita mati 9, 13 luka-luka. Dari pihak rakyat 90 mati. Tentara sangat letih karena
aksi selama 12 jam, 4 brigade marsose dikirim
dari Padang Panjang ke Bukittinggi”. Sumber : Nota Westenenk, ditulis di Bukittinggi tanggal
25 juni 1908 No. 1.1/28.
Selain
penjelasan tentang dimintanya bantuan ke Padang Panjang untuk menjaga pos di
Bukittinggi, karena pasukannya kelelahan setelah perang di Kamang, Westenenk
juga menceritakan keadaannya di Kamang pada tanggal 15 sampai 16 juni 1908 ;
“Dalam
nota kilat saya tanggal 14 bulan ini saya melaporkan bahwa keadaan di Kamang
dan di Magek sangat serius, tidak menguntungkan dan diharap segera tindakan
diambli. Dan saya mengusulkan menangkap para pengacau itu dengan bantuan tiga
patrol tentara. Kemudian setelah diadakan penangkapan-penangkapan di tangah
(Kampung Tangah-rumah H. Abdul Manan) kita tunggu saja apa yang akan dikerjakan
penduduk.
Ditetapkan untuk mengadakan
penangkapan-penangkapan di malam hari dan berangkat ke sana Senin malma pukul
9.30. Hari senin tanggal 15, Kepala laras Tilatang mengatakan kepada saya bahwa
H. Abdul manan dari Bangsa (Nagari Ilalang, Laras Kamang) mempunyai 30-50 murid
yang bersedia mati (pasukan berani mati syahid). Mereka diberi jimat oleh haji
tersebut. Selain itu dilaporkan juga bahwa banyak pandai besi dari Koto Baru
(Laras Salo) mendapat banyak pesanan senjata tajam hingga tidak dapat memenuhi
semuanya. Kepala Laras Kamang mengingatkan rakyatnya bahwa kompeni akan datang
hari senin (dia mengerti bahwa kita segera akan bergerak).
Sewaktu mau berangkat ke resepsi di rumah
residen saya dengar pula bahwa Haji Abdul Manan dengan kawan-kawan dapat
dianggap sebagai pusat pergerakan. Oleh karena itu saya merubah rencana semula.
Yakni saya ikut dengan patrol Bangsa Ilalang (rombongan tengah), tidak jadi
dengan yang ke Magek. Tapi saya ingin sekali mengurus tangah, jadi dengan
demikian mengambil 2 tempat yang sulit jarena saya ingin berada sendiri di
sana. Sumber : Nota Westenenk, ditulis di Bukittinggi
tanggal 25 juni 1908 No. 1.1/28. Kutipan dari
makalah Rusli Amran “Peristiwa Kamang”
Jadi
perang kedua, setelah Belanda datang lagi meminta bantuan ke Bukittinggi
menyebabkan perang basosoh II, segera meledak kembali. Akan tetapi lantaran
pasukan itu terlalu banyak dan segar-segar, dilengkapi pula dengan senjata
modern, akhirnya pasukan rakyat terpaksa mengundurkan diri. Lebih kurang 100
orang pejuang syahid di jalan Allah, termasuk H. Abdul Manan. Pasukan dari
daerah Kamang barat (kamang hilir) pun banyak yang syahid di Kampung tangah.
Mengenai
jumlah korban Perang Kamang yang meninggal di kedua belah pihak, ternyata
kemudian banyak terdapat spekulasi angka, baik yang bersal dari statement Belanda
sendiri, atau yang di muat berbagai koran setempat waktu itu seperti De Padanger, maupun berdasarkan
taksiran-taksiran tidak resmi. Tetapi satu hal yang perlu diketahui adalah
bahwa Belanda dalam mengumumkan angka-angka itu sengaja mengecilkan jumlahnya
dengan alasan politik. Waktu itu pihak Belanda membawa
mayat-mayat pasukanya keesokan hari dengan semacam pedati, gerobak sapi yang
biasa digunakan para petani untuk membawa hasil panen.
Angka
korban yang simpangsiur diantaranya dapat dilihat di Koran-koran yang terbit di
Padang menyebut angka 250 orang rakyat Kamang tewas, Belanda sendiri menyebut
sekitar 90 orang atau lebih. Banyak nya lagi korban dari masyarakat Kamang
adalah saat masyarakat dari arah hilir dan Magek yang telah mengetahui adanya
perang di kampung tangah dan banyaknya korban dari para pejuang termasuk H.
Abdul Manan, maka subuh itu 16 juni 1908 mereka ingin datang membezuk dan
mengucapkan belasungkawa ke kampung tangah. Namun ternyata pasukan bantuan Westennenk
yang datang belakangan masih ada di sekitar daerah Koto Panjang mereka
ditembaki oleh pasukan Belanda yang akan kembali ke Bukittinggi tersebut. Hal
ini menambah banyak korban dari kalangan masyarakat, ada ibu-ibu, anak-anak
yang ikut menjadi korban. Dan umumnya dimakamkan di Kampung Dalam Koto, Kamang
Hilir. Dan Makan Dt. Parpatiah di daerah Magek.
Kekompakan
rakyat untuk melawan Belanda sangat dibantu oleh kekuatan koalisi Niniak Mamak
dan Alim Ulama, dan cerdik pandai yang dalam hal ini sangat jelas terlihat.
Haji Abdul Manan dan ulama-ulama Kamang lainnya memainkan peranan dalam
persiapan mental sementara Datuk Rajo Penghulu seorang tokoh adat sangat
berperan pula dalam persiapan fisik (Taufik
Abdullah dan S. Budhisantoso (ed.),1983/84;44-45). Kombinasi kepemimpinan
kedua tokoh ini sangat diapresiasi oleh rakyat ditambah lagi dengan adanya
kekuatan pemuda Kari Mudo. Meskipun, perlawanan rakyat Kamang yang gigih ini
pada akhirnya berjung dengan kegagalan, namun terasa ada kepuasan rakyat atas pengorbanan
yang telah mereka berikan, karena nilai-nilai patriotisme rakyat dan
kebersamaan di bawah komando adat dan agama telah terwariskan pada generasi
pelanjut mereka.
Menko
Keamanan dan Pertahanan Jendral A.H.Nasution meresmikan
Makam yang terletak
di dusun Kampung Budi Jorong Pakan Sinayan, Nagari Kamang Mudik sekarang.
diresmikan penggunaannya sebagai Komplek
makam pahlawan ini diberi nama "Komplek Makam Pahlawan Perang Kamang Haji
Abdul manan" pada tanggal 15 Juni 1962. Didalamnya terdapat 21 pahlawan
yang meninggal pada perang Kamang tahun 1908 M. Para pahlawan yang dimakamkan
di kompleks ini diantaranya : H. Abdul Manan, Kari bagindo, Haji Musa (Kakak
H.Abdul Manan), Kadir St. Bagindo, ML. Sinaro, LB. Mudo/LB
Kampua,
Dt.
Batudung, Udin/Idi, Suid Tk Parit panjang, Datuk N. Tingap,
Sanan PK. Basa, Dt. Nan Hijau, MI. Saulah, M. Pandeka Mudo, Datuk Pandeka Ade, Deman, Usman, St. Mantari, M. Intan Mudo, Lb. Sutan, Kadir Bagindo. Selain
yang di makam pahlawan ini, para pejuang perang kamang lainnya ada juga yang di
kebumikan oleh pihak keluarga di makam keluarga atau pandam pakuburan
suku-masing masing, sesuai dengan adat minangkabau.
Setelah peresmian
makam pahlawan itu A.H.Nasution juga meminta agar perantau Kamang membangun
tugu peringatan di tempat kejadian perang kamang yaitu di Kampung Tangah. Tugu
dan makam pahlawan ini masih bisa kita saksikan dan ziarahi sampai sekarang.
Kesimpulan
Dari penjelasan
diatas dapat di simpulkan bahwa :
1.
Persatuan Alim
Ulama, Niniak Mamak, Cadiak Pandai dan Pemuda di sebuah nagari akan membuat
kekuatan yang kokoh dalam pembangunan nagari.
2.
Perjuangan
menentang penjajahan dan kezaliman adalah sebuah keharusan, jadi kita sebagai
gerenasi muda harus memperlihatkan usaha dan tindakan untuk menentang kezaliman
dan kejahatan itu.
3.
Setiap tindakan
dan usaha harus didasari oleh niat karena Allah, karena itu akan menjadikan
usaha kita tersebut sebagai sebagai amal ibadah.
4.
Jangan melupakan
kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk melaksanakan Ibadah dan amal baik.
Karena itu lah menjadi dasar atau pondasi kita untuk menghadapi tantangan masa
depan.
5.
Untuk melakukan
sesuatu harus didasari dengan ilmu, jadi tuntut lah ilmu demi hasil yang
maksimal.
Sebagai penutup :
“Tiap nagari punya
episode yang bisa dibanggakannya. Tapi episode Kamang menjadi kebangaan Ranah Minang.
Dimulai dari gerakan pemurnian Islam Oleh Tuanku Nan Renceh- pelopor munculnya
gerakan Paderi sampai perang kamang 1908 menentang pajak blasting”.