60 Tahun Tan Malaka, Peletak Dasar Negara


http://www.kompas.com/
60 Tahun Tan Malaka, Peletak Dasar Negara

Sabtu, 7 Maret 2009 | 16:31 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Agnes Rita Sulistyawaty
Pelanduk ini memang berumah tak jauh dari patungnya Lenin. Matanya hewan ini cemerlang menandakan kecerdasan yang maha tangkas. Sikapnya seolah-olah mengukur kekuatan lawannya dan dengan sabar menanti tempo, bilamana dia bisa menghancur-luluhkan musuhnya dengan memakai segala kelemahan musuh itu, walaupun musuhnya itu seekor raja hutan... (Tan Malaka, Madilog, 1942)

Cerdik, taktis, dan komprehensif. Itulah sebuah gambaran perjuangan Tan Malaka semasa hidup. Perjuangan Tan Malaka meraih kemerdekaan, mimpi atas sebuah republik, dan penegakan kedaulatan rakyat, mempunyai nafas yang panjang. Dia tidak mudah goyah, pun tidak memberikan celah untuk kompromi dengan bangsa asing yang disebutnya penjajah.
Dia sadar betul bahwa musuh yang dihadapi saudara se-tanah air bukanlah musuh yang ringan. Bayangkanlah bagaimana seekor pelanduk tanpa bertaring tajam melawan raja hutan yang punya taring dan cakar tajam, serta auman yang menggetarkan hati!
Sejak tahun 1920-an, Tan Malaka mulai merakit gambaran republik di atas kertas. Sebelum Bung Hatta dan Soekarno menghasilkan karya tentang Negara Indonesia, Tan Malaka mendahului menuangkan pemikiran tentang Indonesia lewat Naar de Republiek-Indonesia atau Menuju Republik Indonesia, tahun 1924 di Canton.
Ketika baru membayangkan Republik Indonesia, Tan Malaka mengimajinasikan sebuah negara yang mandiri, berdaulat, dan kuat. Buah penanya lahir dari pemikiran dan pergumulan atas idaman Indonesia merdeka. Cita-cita kemerdekaan diinsyafinya sebagai sebuah proses panjang, bukan barang instan yang jadi dalam hitungan bulan.
Di luar negeri, di dalam penjara, maupun selama perjalanan dari kota ke kota di Indonesia, pikiran-pikiran untuk membangun satu tujuan kemerdekaan dan mendirikan sebuah negara Indonesia terus menggema dalam sosok yang kerap hadir di pelbagai kesempatan dengan beragam nama samaran itu.
Seluruh tenaga pria yang kerap memakai topi kebun dan celana selutut ini tercurah untuk membaca, bergumul dengan pemikirannya, serta menuliskan dalam berlembar-lembar catatan. Duabelas tulisan dilahirkan sebelum menginjak tahun 1945, dan belasan lain hadir saat memasuki masa perang revolusi Indonesia 1945 hingga ajal menjemput, 21 Februari enam puluh tahun silam.

Keinginan terbesar Tan Malaka untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berdaulat dilanjutkannya dengan tulisan-tulisan lain yang memang sengaja dilahirkannya demi kecerdasan bangsa.
Sebut saja Madilogakronim dari Materilineal, Dialektika, dan Logika yang merupakan penjabaran dari ilmu pengetahuan tentang ketiga hal tersebut sekaligus membangun rasa percaya diri demi menghindari ketergantungan kepada penjajah.
Tan Malaka tidak hanya bicara soal ideologi atau filsafat, namun juga memberikan buah pikirnya lewat berbagai pendekatan yang komprehensif. Jenderal Abdul Harris Nasution bahkan menganggap Tan Malaka sebagai tokoh ilmu militer Indonesia. Ide-ide tentang strategi perang, antara lain dituliskan Tan Malaka dalam Gerpolek, Gerilya, Politik, dan Ekonomi.
Oleh karena itu, terlepas dari pandangan politik seseorang, maka tokoh Tan Malaka juga harus dicatat sebagai tokoh ilmu militer Indonesia untuk selamanya, tulis Nasution di halaman muka buku Gerpolek yang diterbitkan Pusat Jajasan Massa, Jakarta, 1964.
Soal-soal ekonomi juga dipompakan Tan Malaka demi menunjang kedaulatan Indonesia. Dia bahkan berpendapat seluruh kebutuhan masyarakat bisa dipenuhi sendiri sehingga tidak perlu lagi ketergantungan dengan penjajah.
Tan Malaka juga mengangankan tidak ada lagi kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi lewat hubungan dagang dengan penjajah, apalagi hutang. Ketergantungan ekonomi dengan negara lain dinilainya memperlemah kedaulatan bangsa dan menggadaikan bangsa ini.
Dia lebih cocok dengan kemandirian masyarakat. Pemikiran ekonomi Tan Malaka jalin-menjalin dengan Bung Hatta dan sejumlah tokoh lain, membentuk konsepsi eko nomi ideal Indonesia. Bila ekonomi yang dibayangkan para bapak bangsa itu dipegang teguh, niscaya Indonesia terhindar dari amukan badai krisis ekonomi kini.
Tan Malaka tidak hanya meminta para pejuang bangsa untuk mengangkat bambu runcing melawan meriam pe njajah. Dia juga mempelopori upaya pencerdasan masyarakat sekitar yang dinilainya penting dilakukan gerilyawan di waktu luang. Bagi Tan Malaka, kebodohan adalah salah satu pintu masuk penjajahan. Di sejumlah daerah seperti Semarang, Pekalongan, Bandung, dan Yogyakarta, Tan Malaka mendirikan sekolah untuk rakyat. Inilah contoh keberpihakan Tan Malaka kepada rakyaik badarai alias rakyat jelata.
Tanpa kenal lelah, pemuda kelahiran Pandan Gadang itu berbicara mengenai cita-cita negara Indonesia .

Rumah Kelahiran Tan Malaka Tidak Berubah
Sabtu, 21 Februari 2009 | 16:09 WIB
Rumah kelahiran Tan Malaka di Pandan Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, tidak banyak berubah dibandingkan dengan satu tahun silam. Kondisi rumah yang dijadikan museum itu masih relatif sama dan koleksi buku tidak banyak bertambah.
Indra Ibnu Ikatama, kerabat Tan Malaka sekaligus pengelola rumah kelahiran Bapak Bangsa Republik Indonesia ini, Jumat (20/2), mengatakan, kondisi rumah sebenarnya masih membutuhkan perawatan yang cukup banyak.
”Kebutuhan perawatan tidak bisa dicukupi oleh keluarga. Lagi pula, museum ini sudah dijadikan kekayaan pemda. Setahun ini kami hanya mendapatkan bantuan pengawetan kayu agar tidak dimakan rayap. Bantuan itu pun diperoleh dari maskapai Lion Air yang bersimpati pada rumah ini,” kata Indra.
Dia mengatakan, selama setahun ini pemda tidak banyak membantu perawatan rumah ataupun menambah koleksi di museum ini. Museum juga tidak mempunyai pemasukan karena tidak ada pungutan pengunjung museum.
Koleksi buku di museum ini, menurut Indra, tidak banyak bertambah sejak diresmikan pada 21 Februari 2008. Satu-dua tambahan koleksi berupa buku dan gambar Tan Malaka diperoleh pihak museum dari sumbangan beberapa pihak.
Sebenarnya museum ini masih membutuhkan tambahan koleksi agar bisa semakin kaya dalam pemilikan barang-barang memorabilia Tan Malaka. Pada awal berdirinya museum, pihak keluarga dan sejumlah kerabat serta peneliti menyumbangkan pelbagai buku yang ditulis Tan Malaka, buku tentang Tan Malaka yang ditulis berbagai peneliti, serta benda-benda yang pernah digunakan Tan Malaka.
Keberadaan museum tersebut, menurut Indra, membuat sejumlah pengunjung dan peneliti datang ke tempat


Sayup-sayup Gaung Perjuangan Tan Malaka

Sabtu, 7 Maret 2009 | 16:41 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Agnes Rita Sulistyawaty
ORDE BARU yang berkuasa 32 tahun mempunyai peran yang sangat kuat dalam menyamarkan peran Tan Malaka bagi negeri ini. Kendati sudah dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sejak 28 Maret 1963, tetapi gaung perjuangan Tan Malaka sayup-sayup saja terdengar bahkan jauh di bawah gema bapak bangsa lain seperti Soekarno dan Hatta.
Yang masih susah disembuhkan dan masih dalam wacana publik adalah persoalan bahwa Tan Malaka itu PKI, komunis. Komunis yang ada dalam benak masyarakat adalah komunis yang dihancurkan oleh kekuatan Orde Baru tahun 1965, papar sejarawan, Mestika Zed.
Mestika memaparkan, setelah pemberontakan PKI di Silungkang, Sumatera Barat, tahun 1926-1927, Tan Malaka sudah tidak dianggap lagi sebagai bagian dari PKI karena dianggap tidak cocok lagi dengan partai itu. Namun, Tan Malaka cuek saja. Lagipula, bagi Tan Malaka, persoalannya bukan sedangkal urusan partai ke partai.
Dia bahkan tidak acuh bila tidak lagi dianggap sebagai bagian dari satu partai tertentu. Dalam bagian akhir buku Dari Penjara ke Penjara III, Tan Malaka justru memperingatkan kepada khalayak yang hadir dalam pertemuan kelompok Persatuan Pejuangan bahwa masalah partai berpotensi menimbulkan masalah.
"Saya memperingatkan kepada para pengunjung antara lain bahwa kalau satu partai didirikan, niscaya kelak akan timbullah partyen en partytjes sebagai jamur di musim hujan. Dengan demikian maka akan sukar sekali mempersatukan berbagai partai itu kemudian hari," tulis Tan Malaka.
Namun, begitulah. Kesan bahwa Tan Malaka adalah bagian dari komunis seperti yang dicari dan dihancurkan rezim tahun 1965, membuat kisah hidup tokoh ini dikubur bersama pemikirannya tentang Republik Indonesia.
Cerita-cerita tentang Tan Malaka yang masih mengesan hingga ke generasi sekarang umumnya berkisar seputar kemahiran Tan Malaka menghilang. Tokoh masyarakat Kota Padang Panjang, Taufiq (66), mendapatkan cerita-cerita lisan tentang kepiawaian Tan Malaka menghilang, bertukar identitas, dan lolos dari sergapan musuh. Cerita itu masih menjadi bahan perbincangan masyarakat yang tinggal sekitar 120 kilometer jauhnya dari Pandan Gadang, rumah kelahiran Tan Malaka.
Di Nagari Koto Tinggi, Kabupaten Limapuluh Kota, yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Pandan Gadang, kisah serupa juga ditemukan. Begitu pun di sekitar rumah gadang tempat Tan Malaka dilahirkan. Konon, sang tokoh sempat mampir ke rumah kelahirannya itu. Namun, lantaran dia menjadi orang yang amat dicari, maka identitas Tan Malaka sengaja disembunyikan. Kisah itu diperkirakan sengaja dipelihara oleh masyarakat demi melindungi Tan Malaka.
Masa 32 tahun bukanlah waktu yang singkat sehingga sejarah dan pemikiran Tan Malaka terkubur jauh di tengah ingar-bingar kehidupan bangsa ini kini. Menghidupkan pemikiran yang lahir dari pendiri republik ini perlu dikerjakan terus-menerus. Siapa tahu, akar bangsa ini seharusnya tidak dicari di luar negeri, tetapi dari pemikiran bapak bangsa yang lahir dari rahim Ibu Pertiwi. *
Daftar Riwayat Hidup
Nama : Ibrahim bin Rasad
Gelar : Datuk Tan Malaka
Tempat lahir : Pandan Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat
Tanggal lahir : 13 Oktober 1894
Ibu : Rangkayo Sinah
Ayah : HM Rasad
Saudara kandung : Kamarudin bin Rasad

Pendidikan:
- Sekolah Rakyat di Suliki dan Tanjung Ampalu
-Kweekschool di Bukittinggi
-Rijkskweekschool (sekolah guru) di Belanda

Meninggal : 21 Februari 1949
Penyebab kematian : ditembak
Dimakamkan: Selapanggung, Kediri


Kubur Tan Malaka Dibongkar Besok
Sabtu, 12 September 2009 | 09:29 WIB
KEDIRI, KOMPAS.com — Perangkat desa asal Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, sudah mempersiapkan pembongkaran makam yang diduga terdapat kerangka tubuh tokoh revolusioner beraliran kiri, Tan Malaka.

"Kami tidak ada persiapan khusus untuk pembongkaran makam tersebut, yang ada kami menyiapkan perangkat teknis dan tenaga untuk membongkar makam itu," kata Kepala Desa Selopanggung Muh Zahiri, Sabtu (12/9).

Ia mengaku sudah menunjuk warga yang membantu pembongkaran makam yang diduga terdapat kerangka Tan Malaka tersebut, sementara untuk perangkat desa sendiri akan membantu proses evakuasi serta berbagai perlengkapan lainnya.

Pembongkaran makam tersebut, kata Zahiri, akan dilakukan Minggu (13/9) pagi. Saat ini, sejumlah panitia nasional sudah datang ke desa, bahkan beberapa di antara mereka ada yang menginap di rumah warga.

Sementara itu, Zulfikar Khamarudin yang merupakan kemenakan Tan Malaka mengaku, pihaknya sudah memastikan akan membongkar makam tersebut. Pihaknya sudah melakukan koordinasi, baik dengan perangkat desa, maupun pihak kepolisian, terkait dengan rencana pembongkaran tersebut.

Untuk membantu proses penelitian, dengan mengambil sampel kerangka yang tertinggal untuk dilakukan tes DNA, pihaknya melibatkan tiga dokter dari FKUI. Diharapkan, dengan jadwal waktu tersebut, hasilnya dapat diketahui tiga pekan kemudian.

"Untuk saat ini, kami hanya membongkar makam untuk mengambil sampel guna dilakukan tes DNA. Baik nanti hasilnya negatif atau positif, kami akan mengumumkan secara resmi," kata Zulfikar.

Menyinggung langkah selanjutnya, ia mengatakan akan langsung kembali ke Jakarta untuk keperluan tes DNA. Namun, jika hasilnya ternyata positif, pihaknya akan kembali berkoordinasi dengan panitia nasional untuk rencana tindak lanjut.

Sebelumnya, Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Karibia dan Asia Tenggara atau KITLV di Leiden Harry A Poeze sejak tahun 1971 berusaha untuk menguak perjuangan dan kematian Tan Malaka. Poeze mengambil kesimpulan, Tan Malaka dibunuh oleh pasukan Batalyon Sikatan pimpinan Letnan Dua Soekotjo, dan tewas pada tanggal 21 Februari 1949. Walau demikian, Zulfikar mengaku bahwa pihaknya belum berani mengambil kesimpulan lebih, mengingat hingga kini baru akan dilakukan tes DNA.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Kediri Waris mengemukakan, pihaknya tetap meminta, baik kepada keluarga, maupun panitia nasional untuk tidak membawa kerangka yang berada di lokasi makam tersebut, walaupun hasilnya bukan jenazah Tan Malaka.

Namun, jika ternyata hasilnya positif, pemkab sudah mempunyai langkah selanjutnya untuk menata dan membuat makam tersebut, dengan orientasi akan dijadikan sebagai wisata sejarah, seperti makam Bung Karno di Blitar.

"Harapan kami, makam tersebut tidak dipindah dari wilayah kabupaten. Pemkab sudah mempunyai rencana untuk membangun lokasi makam, dan dijadikan sebagai wisata sejarah,"
Bagi kita pembaca makin jelaslah bahwa Tan Malaka, adalah orang yang selalu bekerja keras " Kerja Keras Adalah Energi Kita"
http://www.kompas.com/
.

0 komentar:

Posting Komentar

 
blackinnews | Gallery Jadoel | School | Hobbies | Download | irwan

Copyright © 2009 . |Designed by IRWAN SETIAWAN |Converted to blogger by keretaunto.blogspot.com

Usage Rights

DesignBlog BloggerTheme comes under a Creative Commons License.This template is free of charge to create a personal blog.You can make changes to the templates to suit your needs.But You must keep the footer links Intact.